Teddy Bear Holding A Heart Balloon

Selasa, 02 April 2019

Analisis Perkembangan Isue Etik Berkaitan Dengan Embrilogi Dan Genetika.

NAMA                        : MEISA LESTARI
NIM                            : 1810104456
KELAS                       : G5
Perkembangan Isue Etik Berkaitan Dengan Embrilogi Dan Genetika.
“ASPEK HUKUM PENGGUNAAN DEOXYRIBONUCLEIC ACID (DNA) PADA PROSES KLONING EMBRIO MANUSIA”
A.      Kasus
Seorang ilmuwan asal Amerika Serikat, dr. Panayiotis Zavos, berhasil mengkloning 14 embrio manusia, 11 diantaranya sudah ditanam di rahim empat orang wanita. Zavos melakukan hal yang berbeda dalam mengkloning manusia, yaitu jika sebelumnya ilmuwan melakukannya dengan meletakkan embrio di tabung percobaan, Zavos langsung menaruhnya di rahim manusia. Manusia yang dikloning Zavos adalah tiga orang yang sudah meninggal, satu di antaranya adalah embrio seorang anak berusia 10 tahun bernama Cady yang meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil di Amerika Serikat.
B.      Identifikasi kasus
Kloning secara etimologis berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari kata yunani ”klon” atau potongan, yang diperuntukkan untuk memperbanyak tanaman. Kata ini digunakan untuk 2 pengertian : (1) Klon sel yang artinya menduplikasi sejumlah sel dari sebuah sel yang memiliki sifat-sifat genetikanya identik dan (2) Klon gen atau molekular, artinya sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang direplikasikan dari satu gen ke gen yang lain. Ditinjau dari cara kerja dan tujuannya, Kloning dapat dibedakan atas 3 macam;
1)      Kloning embriologi (Embrional Cloning);
2)      Kloning DNA dewasa (Adult DNA Clonning)/Kloning reproduksi (reproduktive cloning)
3)      Kloning terapetik (therapeutic cloning).
Kloning adalah usaha memproduksi satu atau lebih individual makhluk hidup yang secara genetika sama dengan induknya tersebut. Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya, pada manusia kloning dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah diambil intinya lalu disatukan dengan sel somatic dari suatu organ tubuh, kemudian hasilnya ditanamkan dalam rahim seperti halnya pada bayi tabung.
C.      Analisa kasus
Dilihat dari kasus diatas dan seiring dengan berkembangnya teknologi, pada saat ini kloning tidak mempergunakan sel sperma lagi seperti yang dilakukan dr. Jerry Hall, tetapi memakai sel telur dan sel selain sperma. Secara teoritis, melalui teknik kloning kelahiran seorang bayi tidak lagi memerlukan sperma ayah, bahkan seorang perempuan dapat mempunyai anak tanpa melalui ikatan perkawinan. Demikian juga seorang lelaki apabila ingin memiliki anak tidak perlu beristri, cukup memesan sel telur pada suatu firma, memberikan selnya dari salah satu organ tubuhnya dan kemudian menitipkan calon anaknya pada rahim seorang wanita yang dapat saja telah disediakan oleh firma tersebut (surrogate mother).
Oleh karena itu penggunaan DNA pada kloning embrio manusia dapat mendatangkan efek negatif bagi posisi perempuan, karena pada proses ini perempuan menjadi objektivitas sebagai mesin yang mengembangkan janin hasil rekayasa kloning, tentu saja akan banyak terjadi pengguguran dan keguguran jika hasil rekayasa tersebut tidak sesuai pesanan dan keinginan serta ketidak sesuaian paham, ataupun oposisi dari berbagai pihak, terlebih lagi bila berkaitan dengan etik, kepercayaan/agama, dan hukum.
Pada tataran moral, etika dan agama masih menjadi kontroversi, pada domain hukum sampai saat ini belum ada hukum yang menangani Kloning Embrio manusia di Indonesia secara khusus. Hal itu seharusnya sudah di pikirkan, sebab tidak menutup kemungkinan kasus adanya kloning embrio manusia ini akan ada di Indonesia. mengingat teknologi membelah embrio itu tidak tergolong sulit atau mahal.
Saat ini parah ahli di negara maju masih terus melakukan penelitian terkait dalam pengembangan kloning manusia ini. Bila di kemudian hari kloning menjadi teknologi yang aman, masih perlu pula dikaji apakah kloning dapat membawa malapetaka psikologis bagi para ”clone” dan berdampak pada clone itu sendiri, mereka kehilangan kesempatan untuk menjadi unik, penerimaan lingkungan terhadap clone, dan melihat dengan langsung seperti apa dirinya pada berbagai usia melalui orang tuanya masih perlu pertimbangan. Akan selalu dibayangi bahaya bahwa dengan teknologi ini, masyarakat akan melihat anak hasil kloning (clone) sebagai komoditas barang dan bukan sebagai satu sosok pribadi manusia seutuhnya.
Berkaitan dengan respon para ulama, atas masalah kloning, ayat berikut selalu menjadi dasar utamanya:
Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki” (QS. 22/al-Hajj: 5).
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, menafsirkan bunyi ayat di atas, bahwa ayat tersebut menampakkan paradigmaa al-Qur‟an tentang penciptaan manusia mencegah tindakan yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang melampaui batas.‟
DAFTAR PUSTAKA
Sudjan. 2015. ASPEK HUKUM PENGGUNAAN DEOXYRIBONUCLEIC ACID (DNA) PADA PROSES KLONING EMBRIO MANUSIA. VOLUME 6 Nomor 03. JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT.
Rizka.  2013. PENGGUNAAN DEOXYRIBO NUCLEIC ACID PADA PROSES KLONING EMBRIO MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Vol. 14, No. 2: 177 – 186. Jurnal Studi Islam
Ali Teimoori Bsc.Msc. Hoorie Soleimanjabi, Msc.PhD Fatemeh Fatauhi, Msc.PhD. zahrah Meshakat, Msc.PhD. 2008. Isolation and cloning of human papillomavirus 16 L1 gene from Iranian isolate.; Vol. 29 (8). Saudi Med J

My Blog List