NAMA :
MEISA LESTARI
NIM :
1810104456
KELAS :
G5
Perkembangan
Isue Etik Berkaitan Dengan Embrilogi Dan Genetika.
“ASPEK
HUKUM PENGGUNAAN DEOXYRIBONUCLEIC ACID
(DNA) PADA PROSES KLONING EMBRIO MANUSIA”
A. Kasus
Seorang ilmuwan
asal Amerika Serikat, dr. Panayiotis Zavos, berhasil mengkloning 14 embrio
manusia, 11 diantaranya sudah ditanam di rahim empat orang wanita. Zavos
melakukan hal yang berbeda dalam mengkloning manusia, yaitu jika sebelumnya
ilmuwan melakukannya dengan meletakkan embrio di tabung percobaan, Zavos
langsung menaruhnya di rahim manusia. Manusia yang dikloning Zavos adalah tiga
orang yang sudah meninggal, satu di antaranya adalah embrio seorang anak
berusia 10 tahun bernama Cady yang meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil di
Amerika Serikat.
B. Identifikasi
kasus
Kloning secara
etimologis berasal dari kata “clone”
yang diturunkan dari kata yunani ”klon”
atau potongan, yang diperuntukkan untuk memperbanyak tanaman. Kata ini
digunakan untuk 2 pengertian : (1) Klon sel yang artinya menduplikasi sejumlah
sel dari sebuah sel yang memiliki sifat-sifat genetikanya identik dan (2) Klon
gen atau molekular, artinya sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang
direplikasikan dari satu gen ke gen yang lain. Ditinjau dari cara kerja dan
tujuannya, Kloning dapat dibedakan atas 3 macam;
1) Kloning
embriologi (Embrional Cloning);
2) Kloning
DNA dewasa (Adult DNA Clonning)/Kloning
reproduksi (reproduktive cloning)
3) Kloning
terapetik (therapeutic cloning).
Kloning adalah usaha memproduksi satu atau lebih
individual makhluk hidup yang secara genetika sama dengan induknya tersebut.
Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan
induknya, pada manusia kloning dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang
sudah diambil intinya lalu disatukan dengan sel somatic dari suatu organ tubuh,
kemudian hasilnya ditanamkan dalam rahim seperti halnya pada bayi tabung.
C. Analisa
kasus
Dilihat dari
kasus diatas dan seiring dengan berkembangnya teknologi, pada saat ini kloning
tidak mempergunakan sel sperma lagi seperti yang dilakukan dr. Jerry Hall,
tetapi memakai sel telur dan sel selain sperma. Secara teoritis, melalui teknik
kloning kelahiran seorang bayi tidak lagi memerlukan sperma ayah, bahkan seorang
perempuan dapat mempunyai anak tanpa melalui ikatan perkawinan. Demikian juga
seorang lelaki apabila ingin memiliki anak tidak perlu beristri, cukup memesan
sel telur pada suatu firma, memberikan selnya dari salah satu organ tubuhnya
dan kemudian menitipkan calon anaknya pada rahim seorang wanita yang dapat saja
telah disediakan oleh firma tersebut (surrogate
mother).
Oleh karena itu
penggunaan DNA pada kloning embrio manusia dapat mendatangkan efek negatif bagi
posisi perempuan, karena pada proses ini perempuan menjadi objektivitas sebagai
mesin yang mengembangkan janin hasil rekayasa kloning, tentu saja akan banyak
terjadi pengguguran dan keguguran jika hasil rekayasa tersebut tidak sesuai
pesanan dan keinginan serta ketidak sesuaian paham, ataupun oposisi dari
berbagai pihak, terlebih lagi bila berkaitan dengan etik, kepercayaan/agama,
dan hukum.
Pada tataran
moral, etika dan agama masih menjadi kontroversi, pada domain hukum sampai saat
ini belum ada hukum yang menangani Kloning Embrio manusia di Indonesia secara
khusus. Hal itu seharusnya sudah di pikirkan, sebab tidak menutup kemungkinan
kasus adanya kloning embrio manusia ini akan ada di Indonesia. mengingat
teknologi membelah embrio itu tidak tergolong sulit atau mahal.
Saat ini parah
ahli di negara maju masih terus melakukan penelitian terkait dalam pengembangan
kloning manusia ini. Bila di kemudian hari kloning menjadi teknologi yang aman,
masih perlu pula dikaji apakah kloning dapat membawa malapetaka psikologis bagi
para ”clone” dan berdampak pada clone itu sendiri, mereka kehilangan
kesempatan untuk menjadi unik, penerimaan lingkungan terhadap clone, dan melihat dengan langsung
seperti apa dirinya pada berbagai usia melalui orang tuanya masih perlu
pertimbangan. Akan selalu dibayangi bahaya bahwa dengan teknologi ini,
masyarakat akan melihat anak hasil kloning (clone)
sebagai komoditas barang dan bukan sebagai satu sosok pribadi manusia
seutuhnya.
Berkaitan dengan
respon para ulama, atas masalah kloning, ayat berikut selalu menjadi dasar
utamanya:
“Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami
jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki”
(QS. 22/al-Hajj: 5).
Abul Fadl Mohsin
Ebrahim, menafsirkan bunyi ayat di atas, bahwa ayat tersebut menampakkan
paradigmaa al-Qur‟an tentang penciptaan manusia mencegah tindakan yang mengarah
pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah
tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai
perbuatan yang melampaui batas.‟
DAFTAR
PUSTAKA
Sudjan. 2015. ASPEK
HUKUM PENGGUNAAN DEOXYRIBONUCLEIC ACID (DNA) PADA PROSES KLONING EMBRIO
MANUSIA. VOLUME 6 Nomor 03. JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT.
Rizka. 2013. PENGGUNAAN DEOXYRIBO NUCLEIC ACID PADA
PROSES KLONING EMBRIO MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Vol. 14, No. 2:
177 – 186. Jurnal Studi Islam
Ali Teimoori Bsc.Msc.
Hoorie Soleimanjabi, Msc.PhD Fatemeh Fatauhi, Msc.PhD. zahrah Meshakat,
Msc.PhD. 2008. Isolation and cloning of human papillomavirus 16 L1 gene from
Iranian isolate.; Vol. 29 (8). Saudi Med J